Awal dan perbedaan
Sedari awal bertemu, aku tahu kita berbeda. Seharusnya kita sudah paham dan tak memaksa. Tapi mengapa sulit mengendalikan sebuah rasa? jika kita benar-benar bijak, seharusnya kita tak pernah mencoba. Sebab barangkali di depan sana, luka yang sangat dalam sudah menunggu untuk kita rasakan. Segala hiruk pikuk kehadiranmu membuatku melupakan apa itu logika. Hingga jiwa kita yang masih muda, tergoda untuk menentang apa yang mereka sebut berbeda.
Kita hidup di dunia yang begitu beragam, tetapi kenapa justru kepada kamu aku luluh. Bukan orang yang sempurna, aku tahu. Ada hal-hal dari dirimu yang tidak kusukai, tapi entah kenapa selalu kumaklumi dan semakin lama justru kurindukan. Barangkali kamu menemukan hal yang sama dalam diriku. Kamu dan segala kelebihan dan kekuranganmu, hadir dalam hidupku lantas menjungkir balikkan hari-hariku. Aku jadi tahu apa itu rindu, cemas, lega, marah, gusar, takut kehilangan, dan rasa terabaikan.
Bukannya tidak tahu. Kita justru saling tertawa dan bersikeras mencoba. Kuatnya rasa yang kita rasakan membuat kita begitu keras kepala. Walau sesungguhnya hari demi hari bahagia yang kujalani bersamamu, selalu menyisakan pertanyaan yang tak pernah kutahu apa jawabnya.
Pertanyaan yang merisaukan
Aku sempat punya pertanyaan yang merisaukan. Kamu dan aku sama-sama percaya bahwa Tuhan itu ada dan Esa. Tapi mengapa mereka menyebut kita berbeda? Ya, terkadang di ujung putus asaku, aku mulai sedikit kurang ajar, mempertanyakan hal-hal yang tak seharusnya.
Segala perbedaan ini memang nyata. Aku tak akan lagi mengingkarinya. Aku dan kamu meyakini Tuhan yang berbeda. Jikalau kita sama-sama berdoa agar hubungan ini diberi akhir yang bahagia, kita berdoa kepada Tuhan yang berbeda.
Ibaratnya saat memilih sebuah film, aku penyuka film drama dengan kisah romantis yang membuat imajinasiku melambung tinggi. Sementara kamu, kamu penyuka film komedi yang menghibur hati. Namun pada akhirnya kita bertemu di film komedi romantis, yang membuat kita tertawa dan haru di saat yang sama. Tentu kenyataannya tidak sesederhana itu. Tapi biarkan aku membuat analogi sederhana tentang kita, tentang dua manusia berbeda yang kebetulan bertemu di garis merah yang sama.
Persoalan di masa depan
Tapi kini aku juga mengerti, bahwa persoalan di masa depan nanti, kisah tidak lagi hanya tentang aku dan kamu. Rela atau tidak, namun di masa depan nanti, hubungan ini akan melibatkan banyak pihak, saat kita memperjuangkan kita dengan menentang kehendak semua orang, pada saat yang sama kita menyakiti semua orang yang menyayangi kita.
Kita adalah dua manusia yang dipertemukan pada garis yang sama. Kita adalah manusia yang sama-sama tidak tahu bagaimana takdir Tuhan, dan terlalu percaya diri untuk menapaki apa yang kita sebut takdir.
Sebab kerikil-kerikil kecil di kaki sudah mulai terasa nyeri, dan di depan sana, mungkin ada tembok tinggi yang menghalangi jalan kita. Sementara ini, mari kita nikmati saja. Mari kita belajar mendewasakan diri bersama dan menikmati tawa kita yang berharga. Tapi jika kamu bertanya ini semua akan berujung kemana, aku juga tidak tahu.
Salam merdeka,
Muhammad Fauzan,
On Blogger since, 2020
Manusia Merdeka