Muhammad Fauzan
Muhammad Fauzan Gue biasa dipanggil “Ozan” lahir dengan sehat pada tanggal 17 Mei 2000, Gue kuliah di UIN Alauddin Makassar, Jurusan Sistem Informasi. Facebook Twitter Instagram

(Materi HMI) Esensi Ajaran Islam

No comments



Tujuan
  1. Pembaca memahami konsep teologi berdasarkan berpikir ilmiah.
  2. Pembaca memahami hakikat dan urgensi kepemanduaan/kenabian.
  3. Pembaca memahami prinsip kebangkitan dan dinamika alam semesta.
  4. Pembaca memahami peran dan fungsi sebagai khalifah fil ardh.
  5. Pembaca memaham kekayaan pemikiran dalam umat Islam.

Esensi dapat diartikan sebagai batasan yang membedakn sesuatu dengan yang lain. Esensi dapat juga dipahami sebagai ekstraksi atau inti sari dari sesuatu. Esensi dalam filsafat terbagi dua yaitu susbstansi dan aksiden. Subtansi adalah hakikat sesuatu atau kesesuatuan sesuatu. Aksiden adalah penampakan atau tangkapan inderawi. Sebagai contoh apel. Substansi apel adalah keapelan apel yang walaupun kita belah sampai sekecil-kecilnya, kita tetap akan mengatakan bahwa sesuatu itu adalah apel. Aksiden apel adalah warna, rasa, bau tekstur dan seterusnya.

Ajaran adalah kumpulan pengetahuan yang serupa kemudian tersusun secara sistematis. Ajaran juga berarti segala sesuatu dari obyek yang disampaikan.

Islam berasal dari kata salam atau keselamatan, juga bermakana kedamaian, tunduk dan taat. Islam adalah dien yang didalamnya ada system berpikir (konitif), tata nilai (afektif) dan syariat (psikomotorik). Sebagai jalan keselamatan, Islam telah melewati proses panjang sejak Nabi Adam a.s sampai kemudian disempurnakan oleh Muhammad al Mustafa.

Esensi ajaran Islam adalah kurang lebih berarti batasan, intisari, hakikat dari pengetahuan Islam. Atau hakikat dari disampaikannya Islam.

Perbandingan Teologi

Keyakinan terbagi dua: pertama keyakinan dibawah keraguan, yaitu keyakinan tanpa melewati proses keraguan dan tentunya pemikiran. Pokoknya langsung yakni saja. Keyakinan seperti ini tidak memiliki dasar argumentasi yang kuat sehingga rapuh bangunan keyakinannya.

Kedua adalah keyakinan diatas keraguan, yaitu keyakinan yang ,elewati proses keraguan. Keraguan adalah jembatan emas menuju keyakinan, artinya denga keraguan maka memasa manusia untuk menyusun argumentasi yang akhirnya melahirkan keyakinan yang kokoh.

Adapun keyakinan itu sendiri bertingkat-tingkat sesuai dengan kapasitas orang yagn yakain tersebut. Pertama adalah ilmia yaqin, yakni bedasarkan keilmuan. Analogi sederhana untuk ini adalah yakinya kita bahwq ada api ketika kita melihat ada asap. Keyakinan seperti ini adalha keyakinan tahap awal.

Jika seseorang terus berproses, maka ia akan melangkah pada keyakinan berikutnya yaitu ainal yaqin, yaitu keyakinan karena mempersaksikan sendiri. Analoginya adalah orang yang meyakini ada api dengan melihat sendiri apinya, orang yang berda pada tingkat keyakinan seperti ini telah melihat Tuhan dengan mata hatinya, sehingga begitu kokoh keyakinannya.

Keyakinan bearikutnya dalh haqqul yaqin yaitu dengan sebenar-benarnya. Analoginya adalah orang yang meyakini adanya api sedang ia sendiri berda dalam api. Begitu dekatnya dengan api sehingga sulit dibedakan yang mana api dan yang bukan. Orang yang sampai pada tingkatan ini adalah orang yang segala ucapan dan tindakannya adalah ucapan dan tindakan Allah.

Keyakinan

Dari meteri sebelumnya kita daptkan pembuktian Tuhan secara rasional. Kesimpulannya adalah bahwa Tuhan itu Tunggal, tidak tersusun, tidak terbatas, tidak bersebab, tetapi merupakan sebab dari segala sebab (Prima Causa), tidak berakhir, tetapi akhir dari segala akhir (Causa Finalis), sederhana, Maha Kaya, Maha Meliputi dan seterusnya. Disini kita akan mengadakan perbandngan konsep ketuhanan yang paling rasional dari sample monoteis versi Kristen (Trinitas), Hindu (Trimurti), dan Asyariyah. Ketiga konsep teologi tersebut mengakui bahwa Tuhan itu Esa, namun kemudian penafsiran tentang ketunggalan tersebut akan kita persoalkan, sebagai berikut.

Keterangan : Tuhan Tunggal tetapi tersusun dari Tuhan
  • Bapa, Roh Kudus dan Tuhan Yesus
  • Tuhan Bapa ≠ Roh Kudus
  • Roh Kudus ≠ Yesus
  • Yesus ≠ Tuhan Bapa
Kesimpulan : Tuhan tesusun, dan tuhan terbatasi oleh tuhan yang lain.


Keterangan : Tuhan tungal tetapi tersusun dari Brahma
  • Wisnu, dan Syiwa
  • Brahma ≠ Wisnu
  • Wisnu ≠ Syiwa
  • Syiwa ≠ Brahma
Kesimpulan : Tuhan tesusun, dan tuhan terbatasi oleh tuhan yang lain.


Keterangan : Tuhan tungal tetapi tersusun dari Zat
  • Sifat, dan Tindakan
  • Zat ≠ Sifat
  • Sifat ≠ Tindakan
  • Tindakan ≠ Zat
Kesimpulan : Tuhan tesusun, dan tuhan terbatasi oleh tuhan yang lain.

Dari ketiga kosep teologi terdapat kesamaan yaitu sama-sama mengaku monoteis tetapi pada saat yang sama justru memahami ketersusunan dan keterbatasan tuhan. Logikanya adalah jika tuhan tersusun berarti ada yang menyusun, jika terbatas berarti ada yang batasi. Ini berarti tuhan akibat juga berarti ciptaan. Lebih lanjut berarti makhluk dan dengan sendirinya menyangkal ketuhanan tuhan itu sendiri.

Dengan demikian konsep teologi diatas, baik Kristen, Hindu dan Islam (Asyariyah) terjebak pada kesalahan berpikir. Parahnya dalam islam adalah jika dipahami bahwa sifat Tuhan 99 berbeda satu sama lainnya. Ini berarti tuhan ada 3 + 99 = 102 nitas.

Memahami bahwa Tuhan tersusun dari bagian-bagian berarti mengakui kejamakan tuhan itu sendiri, dan dengan sendirinya berarti menerima bahwa tuhan itu makhluk.

Kosep yang ditawarkan Islam didominasi oleh kaum Asyariyah yang mengakui bahwa Zat, Sifat, dan Tindakan Tuhan adalah entitas yang berbeda. Bahkan siafat Tuhan yang 99 adalah sifat yang idependen dengan yang lainya. Pada dasarnya Islam bukan Cuma Asyariyah. Islam sesungguhnya memahami bahwa tidak ada keterpisahan antara Zat, Sifat, dan Tindakan Tuhan. Bahkan sifat Tuhan yang 99 tidak berarti independent dengan yang lain tetapi saling terkait, hanyalah sudut pandang kemanusiaan kita yang melihat keterpisahan.

Kita tidak dapat memisahkan antara pelaku (Subyek), tindakan dan sifat yang mengadakan pemisahan hanyalah dalam ide kita. Sebagai contoh, kita tidak dapat memisahkan antara zat api, sifat api dan membakarnya api. Atau sifat tertentu yang ada pada diri kita serta tindakan kita sendiri.

Prinsip Ketuhanan

Secara logika kita telah membuktikan bahwa Allah adalah penyebab yang tidak tersebabkan dan segala sesuatu berasal dari Dia. Dalam logika dikenal dengan istilah prima causa. Selain itu bahwa rantai kausalitas akan berakhir pada satu titik, yakni tujuan dari segala sesuatu. Dalam logika hal ini dikenal dengan istilah causa finalis.

Penyebab yang tidak tersebabkan dan tujuan akhir dalam Islam dikenal dengan istilah “Inna Iilahi Wa Inna Ilahi Rojiun”. Dari titik ini kita menarik sebuah konklusi bahwa alam material ini pasti akan berakhir. Dan mau tidak mau kita harus bergerak secara spiritual. Oleh karena itu gerak kemanusian kita adalah penghambaan, dimana kita sebagai makhluk bergerak menuju Allah sebagai titik kesempurnaan.

Mustahil kita dapat bergerak menuju Allah jika kita tidak menyembah Allah. Untuk menyembah Allah kita harus memahami Allah terlebih dahulu karena jika tidak maka bisa jadi bukan Allah yang kita sembah, tetapi fantasi atau imajinasi.

Pada konsep ketauhidan dimulai dengan kata persaksian (Asyhadu). Setiap persaksian meniscayakan adanya pembuktian, baik secara teoritik maupun secara empiris. Kalimat persaksian terbagi dua yaitu penagasian/penolakan dan penerimaan. Kata La Ilaha berarti penolakan terhadap segenap bentuk penghambaan. Ilah jika diterjemakan secara bebas berarti segala sesuatu yang kita lakukan untuknya.

Untuk dapat menolak diperlukan sikap kritis, kemerdekaan dan keberanian. Ikrar ini berarti Islam menginginkan agar penganutnya bersikap kritis, merdeka dan berani.

Sepanjang sejarah “Ilah-ilah” yang mengakibatkan ketimpangan social adalah watak firaun, qorun dan balam. Jika dipersempit, Ilah sesungguhnya (pada bahasa ini) adalah ego atau keangkuan manusia.

Ini berarti manusia harus kritis dan merdeka dalam menolak keangkuannya yang justru menjauhkan dari fitrahnya sendiri.

Berikutnya adalah penerimaan. Berangkat dari pengecualian (Illallah) berarti kecuali Allah. Penggunaan kata Allah (alif-lam-lam-hu) bagi sekelompok umat Islam memaknakan symbol sebagai berikut. Alif dikenal sebagai yang pertama, kekal, berdiri sendiri. Lam berarti pemilik dan hu berarti Dia. Penggabungan makna simbolis huruf ini berarti Dia yang tunggal, dari segala pemilik. Digunakan dua huruf lam ditafsirkan sebagai penekanan atau intensitas. Jadi dua huruf lam ditafsirkan sebagai penekanan atau intensitas. Jadi dua huruf lam berarti pemilik dari segala pemilik.

Kalimat syahadat ini jika ditafsirkan kurang lebih, penolakan terhadap segala macam penghambaan kecuali kepada Dia yang tunggal, awal dari segala awal, berdiri sendiri, kekal yang merupakan pemilik dari segala pemilik.

Kalimat syahadat ini adalah  ikrar yang tidak berarti jika tidak dibuktikan. Artinya kemudian bahwa dalam segenap aspek kehidupan kita adalah bukti penghambaan kita.

  • Tauhid Zati.
    Tauhit Zati adalah meyakini bahwa zat Allah tunggal, tak tersusun, tak tersebabkan, sederhana (basith). Argumentasi rasional tauhid zati telah dijabarkan pada meteri sebelumnya.
  • Tauhid Sifati.
    Tauhid sifati adalah meyakini bahwa sifat Allah tidak terpisah dari ztNya. Sifat Tuhan adalah inheren pada zat Tuhan sendiri. Sifat Tuhan pada dasarnya satu, namun perbedaan perspektrif yang menjadikan berbeda.
  • Tahuhid A’fali (tindakan).
    Tauhid a’fali berarti segala sesuatu tidak terlepas dari tindakan Allah. Tindakan Allah adalah zatNya sekaligus sifatNya. Karena jika kita memahami keterpisahannya, berarti sama saja mengatakan Allah tersusun dari Zat, Sifat, dan tindaka. Hal ini telah dibahas pada bagian sebelumnya.
  • Tauhid Rububiyah.
    Tauhid rububiyah adalah meyakini bahwa hanya Allah lah yang mencipta segala sesuatu. Adapun hal-hal yang dilakukan oleh manusia tidak terlepas dari kekuasaanNya. Untuk pembahasan ini selengkapnya pada materi berikutnya.
  • Tauhid Ibadi.
    Tauhid ibadi berarti dalam setiap ibadah kita selalu tujukan dan pasrahkan hanya kepada Allah semata. Ini juga berarti segala kesombongan, riya dalam ibadah adalah penolakan terhadap tauhid ibadi.

Kesimpulan : Sesungguhnya impelemtasi dari syadahat adalah menjadi tiap tindakan kita hanya kepada Allah semata. Ketundukan, kepasrahan dan ketaatan adalah kata kuncinya. Tapi ini berangkat dari pemikiran dan perenungan yang memunculkan keyakinan yang hakiki.

Prinsip-Prinsip

Prinsip Kepemanduan/Kenabian

Konsekwensi dari prinsip ketuhanan adalah perlu adanya utusan Tuhan yang menyampaikan wahyu, dan kemudian memandu manusia menuju khalik. Pertanyaan mendasar untuk hal ini adalah mengapa mesti ada perantara. Bukannya Tuhan dan hamba adalah persoalan pribadi? Kita juga bisa bertanya, mengapa Tuhan tidak memberi wahyu pada tiap manusia, apakah Tuhan tidak mampu?.

Untuk membuktikan keberadaan Tuhan sebenarnya kita tidak memerlukan orang lain karena akal memiliki kemampuan untuk memberikanNya. Tetapi untuk mengetahui kehendak Ilahi, tidak semua orang mampu kecuali orang-orang yang dekat dengan Allah.

Seorang utusan memiliki peran ganda. Pertama sebagai penyampai risalah dan kedua sebagai pembimbing. Seorang utusan mestilah suci, sebab jika tidak suci maka mustahil ia dapat membimbing pada kesucian. Dalam suatu kesempurnaan, Allah berfirman tentang utusanNya: Laqadkhalaknal lakum fii rasulillahi uswatun hasanah. Jelas ayat ini menunjukkan kesempurnaan spiritual rasul ( sekaligus pujian Allah pada rasul) yang dijadikan panutan.

Dalam sebuah hadis Rasullah SAW bersabda: aku datang untuk menyempaikan akhlakmu. Kata akhlak satu akar kata dengan makhluk, malaikat, malakut (ciptaan) dan khalik (pencipta). Ini berarti bahwa tujuan kenabian adalah mengarahkan manusia menuju Tuhan. Tuhan didekati dengan menyerap asamaNya. Dalam sebuah riwayat ketika ditanya bagaimana akhlak Rasullah, Aisyah r.a menjawab bahwa akhlak beliau adalah Al-qur’an.

Mengenai penciptaan, Allah berfirman: Wa maa Khalaqtul jinna wal insaa illa liyabbudu. Tujuan penciptaan adalah untuk menyembah. Penyembahan itu sendiri adalah proses mendekatkan diri padaNya.

Dalam literature sufistik, kata Muhammad yang terdiri dari min ha mim dal adalah symbol manusia yang bersujud. Sedang Muhammad sendiri dalam tinjauan etimologis berasal dari akar kata “hamd” yang berarti puji. Muhammad sendiri berarti yang terpuji Hamd, Hamid adalah satu akar kata yang sama. Tetapi penggunaan Al-Hamd sendiri dikhususkan untuk Allah. Secara sederhana kita dapat katakana bahwa makhluk yang bersujud adalah terpuji.

Hakikat sujud sendiri adalah meletakkan ketinggian ego kita pada tempat yang paling rendah sekaligus meninggikan yang Maha Tinggi. Artinya kita menundukkan ego kita pada egoNya, yaitu Ego Allah yang telah meniupkan rohNya pada jasad material. Ini juga berarti mengingat asal penciptaan material kita yaitu tanah. Hubungannya kemudian adalah menghidarkan manusia dari kesombongan sebagaimana Iblis menyombongakan asal penciptaannya dari api sehingga mendapat kutukanNya.

Untuk dapat mendekatkan diri, kita harus mengikuti utusanNya. Selain itu kita berwasilah pada utusaNya agar kita mendapatkan syafaat kelak karena ibadah kita sangat sedikit dibandingkan limpahan RahmatNya. Menurut kami inilah makna dari persaksian kedua bahwa Muhammad adalah utusan Allah.

Prinsip Kebangkitan

Allah SWT telah menganugerahi kita banyak hal yang mustahil kita hitung banyaknya dan memberi tanggungjawab sesuai dengan kapabilitas kita. Nabi Daud a.s bermunajad: Yaa Allah bagaimana cara kami bersyukur sedang kebersyukuran adalah nikmat yang harus kami syukuri. Dalam sebuah kesempatan Allah SWT berfirman: Dan kami ciptakan penglihata, pendengaran dan hati agar manusia bersyukur.

Manusia diperlengkapi fasilitas istimewa dibandinga makhluk lainnya dengan posisinya sebagai khalifa fil ardh. Fasilitas ini kemudian akan dimintai pertanggungjawaban.

Manusia adalah makhluk monodualistik, dalam diri yang satu terdapast dua komponen. Pertama jasadi yang berasal dari “kehinaan” yaitu tanah. Inilah yang dikomplain Iblis pada Tuhan. Jasad ini mengarahkan manusia pada kecenderungan material. Kedua, ruhania yang berasal dari tiupan ruh ilahi yag suci. Inilah yang dilupakan Iblis. Ruhani ini mengarahkan manusia pada kesmpurnaan hakiki. Kecenderungan material bersifat sementara, sedang kecenderungan ruhaniah bersifat kekal.

Prinsip Dinamika Alam Semesta

Alams semesta diciptakan dengan keseimbangan yang berarti sesuai denga proporsi masing-masing. Ini yang dimaksud dengan asas keseimbangan. Jika kita perhatikan alam semesta maka semua bergerak sesuai denga konteksnya masing-masing. Plaet-planet berputar pada porosnya, binatang bergerak berdasar naluri. Tumbuhan bergerak berdasar daya hidupnya. Benda mati berdaur dalam jangka waktu tertentu.

Sedang asas kedua adalah bahwa entitas suatu makhluk harus menghancurkan makhluk lain untuk bertahan. Artinya materi hingga pada suatu titik akan mengalami kehancuran. Manusia untuk bertahan harus menghancurkan tumbuhan dan hewan yang kemudian diproses menjadi energi. Begitupula dengan hewan terhadap tumbuhan dan tumbuhan terhadap tanah.

Dalam fisika, energi dikenal dapat berubah bentuk, tetapi tidak dapat diciptakan manusia. Energi tidak lain adalah quwwah atau kekuatan ilahi. Dalam Al-qur’an disebutkan “kemana kau hadapkan wajahmu disitu wajah Tuhanmu”. Ayat ini menegaskan bahwa materi yang ada dimana-mana (energi yang diperlambat berdasar teori Einstain) adalah “wajah” Allah. Wajah adalah pertanda, tetapi bukan diriNya.

Kiamat

Dalam Isalam kita kenal dua kialmat yaitu kiamat kecil (sughra) dan kiamat besar (kubra). Kiamat kecil adlh berhentinya gerak didalam material seorang inidivu, atau dikenal juga dengan istilah kematian jasadi.

Kiamat kubra adalah hancurnya kosmos ini. Kosmos sebagai ciptaan tentu juga bergerak menuju Tuhan oleh karena itu ia harus hancur. Entah karena tabrakan meteor atau ulah manusia, yang jelas untuk bergerak, kosmos akan mengalami kehancuran.

Adanya kiamat menjadi bukti kekuasaan Tuhan bahwa hanya diriNyalah yang kekal hakiki. Kiamat sendiri adalah pintu menuju kehidupan lain yang abadi.

Pertanggungjawaban

Pada saat kiamat (kecil dan besar), dimana kesempatan untuk bergerak telah terhenti, maka menjadi keniscayaan akan adanya kosekwensi atas segala yang pernah dilakukan. Jika sekiranya tidak ada pertanggungjawaban maka tidak perlu ada aturan sebagai patokan.

Jika seseorang berhasil mengemban amanah dengan baik maka koekwensi adalah merasakan kenikmatan abadi. Dalam Islam dikenal dengan istilah surga. Atau hanya sedikit menyerap asmaNya, maka ia akan mengalami kegelisahan dan ketersiksaan. Inilah yang dikenal dengan istilah neraka. Untuk selengkapnya akan dibahas dalam materi berikutnya.

Melacak perbedaan dalam berIslam

Tiga poin diatas dikenal denga usuluddin, dimana semua ummat Islam sepakat akan Ketuhanan, kenabian dan kebangkitan. Perbedaan yang muncul dalam ummat Islam adalah persoalan penafsiran, mulai dari teologi, teks normative, hingga kesyariat. Ini tidak lepas dari latar historisitas umat Islam sendiri yang penuh dinamika.

Jika kita tarik pada konteks kekinian, maka yang perlu ditumbuhkan adalah budaya ilmiah dalam beragama yang meliputi argumentasi logis, dialog, penghargaan sesame ummat, keterbukaan dan tentunya ukhuwa. Berbeda pada wilayah penafsiran adalah wajar, tetapi berbeda dalam hal ushuluddin berarti beda agama.

Kearifan kita dalam baerislam perlu ditumbuhkan dalam artian tidak selayaknya klaim kebenaran kita dominasi dan tuduhan sesat ditujukan bagi mereka yang berbeda paham dan penafsiran. Alangkah indahnya jika perbedaan tersebut menjadi khazanah intelektual Islam, bukan saling melemahkan dan menjatuhkan.

Wallahu a’lam bishshawab.

Salam merdeka,
Muhammad Fauzan,
On Blogger since, 2020

Muhammad Fauzan
Muhammad Fauzan Gue biasa dipanggil “Ozan” lahir dengan sehat pada tanggal 17 Mei 2000, Gue kuliah di UIN Alauddin Makassar, Jurusan Sistem Informasi. Facebook Twitter Instagram

Comments

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, !